Masa Pemerintahan Orde Baru
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di
Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno.Salah satu penyebab yang melatarbelakangi runtuhnya orde
lama dan lahirnya orde baru adalah keadaan keamanan dalam negeri yang tidak
kondusif pada masa Orde Lama. Terlebih lagi karena adanya peristiwa
pemberontakan G30S/PKI. Hal ini menyebabkan presiden Soekarno memberikan mandat
kepada Soeharto untuk melaksanakan kegiatan pengamanan diIndonesia melalui
surat perintah sebelas maret atau Supersemar. Orde Baru hadir dengan semangat
"koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada
masa Orde Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka
waktu tersebut,ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi
bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain
itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya danmiskin juga semakin melebar.
Kekuasan soekarno beralih ke Soeharto ditandai dengan keluarnya Surat Perintah
SebelasMaret (SUPERSEMAR) 1966. Setelah dikeluarkan Supersemar maka mulailah
dilakukan penataan pada kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan
Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan di dalam lingkungan lembaga
tertinggi negara dan pemerintahan. Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin
besarnya kepercayaan rakya kepada pemerintah karena Soeharto berhasil
memulihkan keamanan dan membubarkan PKI. Padatanggal 23 Februari 1967, MPRS
menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri
Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden RI. Dengan
Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan pemerintahan negara dan
menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Sukarno. 12 Maret 1967 Jendral
Soeharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Peristiwa ini
menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru.
Pokok-pokok masa Orde Baru :
a.
Pemerintahan yang diktator tetapi aman dan damai, Tindak korupsi merajalela
b.
Tidak ada kebebasan berpendapat
c.
Pancasila terkesan menjadi ideologi
tertutup
d.
Pertumbuhan
ekonomi yang berkembang pesat
e.
Ikut sertanya militer dalam
pemerintahan
f.
Adanya kesenjangan sosial yang
mencolok antara orang kaya dan orang miskin
Kebijakan pada masa Orde Baru :
a.
Indonesia didaftarkan lagi menjadi anggota PBB pada bulan september 1966
b.
Adanya perbaikan ekonomi dan pembangunan
c.
Pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran
d.
Dilaksanakannya kebijakan transmigrasi dan keluarga berencana
e.
Adanya gerakan memerangi buta huruf
f.
Dilakukannya swasembada pangan
g.
Munculnya gerakan Wajib Belajar dan gerakan Nasional Orang Tua Asuh
Koreksi Orba Terhadap Orla
Sistem ketatanegaraan pada masa
Orde Baru dan Orde Lama secara formal adalah sama-sama berdasar Pancasila
dan UUD 1945. Format demokrasi pada masa Orde Lama disebut Demokrasi Terpimpin,
sedangkan masa Orde Baru disebut Demokrasi Pancasila. Kedua orde tersebut
sama-sama cenderung otoriter. Perbedaannya pada masa orde lama keotoriterannya
terpusat pada figur Presiden, sedang pada masa Orde Baru lebih dikembangkan
dengan cara yang “konstitusional”. Pada masa Orde Lama sistem tersebut
diarahkan demi kepentingan “revolusi”, Sedangkan Orde Baru demi “pembangunan”.
Rezim Orde Baru dibangun dengan
dukungan penuh dari kelompok-kelompok yang ingin terbebas dari kekacauan masa
lalu, baik kekacauan politik, ekonomi, maupun budaya pada masa Orde Lama dengan
Soekarno sebagai presiden. Gerakan pertama yang dilakukan pemerintahan Orde
Baru untuk menyusun program-program dalam berbagai bidang yang akan diterapkan
dan dijalankan pemerintahan ini adalah seminar Angkatan Darat kedua di Bandung
pada 25 Agustus 1966. Seminar itu diselenggarakan oleh Letjend Soewarto,
komandan Seskoad (Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat) untuk menyiapkan
program bagi Angkatan Darat di masa Orde Baru dan membicarakan tiga masalah
besar negeri ini: politik, ekonomi dan militer.
Pada masa awal Orde Baru, trauma
terhadap kondisi politik, ekonomi dan sosial masa Orde Lama, menuntut penggagas
dan pendukung Orde Baru untuk pertama-tama menciptakan kestabilan politik,
ekonomi dan sosial. Akan tetapi hal ini terus berlanjut hingga berdampak pada
pemaksaan kepada setiap institusi yang tak mau bergabung dengan langgam politik
yang diinginkan rezim ditindas dan disingkirkan, atas nama komitmen pada
stabilisasi ekonomi dan politik.
Perlahan-lahan Orde Baru mulai
menyusun kekuatan-kekuatan pendukung untuk mempertahankan kekuasaannya.
Berbagai upaya dilakukan untuk menyeragamkan setiap bidang ke dalam satu
bentuk. Penyederhanaan partai pada tahun 1975, penyatuan organisasi kepemudaan
ke dalam KNPI, organisasi jurnalis ke dalam PWI, organisasi keagamaan ke dalam
MUI dan sebagainya. Dan militer adalah penjaga keamanan untuk setiap aksi atau
protes terhadap pemerintahan Orde Baru.
Berbagai upaya dilakukan Orde Baru
untuk menyingkirkan sisa-sisa kekuatan politik Orde Lama. Tujuan paling dasar
dari pembangunan Orde Baru adalah mengantisipasi bangkitnya pengaruh Soekarnois
dan PKI dalam pemerintahan. Para tawanan Orde Baru yang diduga sebagai anggota
PKI ataupun orang-orang yang punya kaitan dengan PKI dikirim ke penjara atau ke
pulau-pulau pembuangan tempat khusus tawanan Orde Baru.
Untuk menyingkirkan sisa-sisa pengaruh
Soekarnois dan unsur PKI dalam pemerintahan, maka usaha yang dilakukan Orde
Baru adalah mengamankan agenda Politik Pemilu yang direncanakan pada tahun 1968
dari partai-partai lama yang diduga masih tersimpan sisa-sisa pengaruh
Soekarno. Dari sini muncullah konsep perombakan struktur politik oleh Ali
Moertopo yang dikenal dengan istilah “Strategi Politik Nasional”. Selain upaya
untuk menyederhanakan partai-partai dan menyingkirkan pengaruh partai-partai
lama yang masih memiliki unsur Soekarnois, Orde Baru juga berusaha untuk
meminggirkan peranan mahasiswa. Terkesan paradoks, karena mahasiswalah yang
ikut bersama Angkatan Darat menghadapi Orde Lama.
Pengertian Demokrasi Pancasila
Istilah
“demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang tepatnya diutarakan di Athena kuno
pada abad ke-5 SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal dari sebuah
sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah
ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi
sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak
negara. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti
rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan
sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata
kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini disebabkan karena demokrasi
saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan
Pancasila. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan
dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung
unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi
pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan. Pengertian lain
dari Demokrasi Pancasila adalah sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh
rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
Ciri-ciri dari Demokrasi Pancasila adalah:
1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.
2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
6. Menghargai hak asasi manusia.
7. Tidak menganut sistem monopartai.
8. Pemilu dilaksanakan secara luber.
9. Mengandung sistem mengambang.
10. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
11. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.
1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.
2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
6. Menghargai hak asasi manusia.
7. Tidak menganut sistem monopartai.
8. Pemilu dilaksanakan secara luber.
9. Mengandung sistem mengambang.
10. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
11. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.
Sistem pemerintahan Demokrasi Pancasila adalah :
1. Indonesia adalah negara berdasar hukum.
2. Indonesia menganut sistem konstitusional.
3. MPR sebagai pemegang kekuasaan negara tertinggi.
4. Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah tertinggi di bawah MPR.
5. Pengawasan DPR.
6. Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas.
1. Indonesia adalah negara berdasar hukum.
2. Indonesia menganut sistem konstitusional.
3. MPR sebagai pemegang kekuasaan negara tertinggi.
4. Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah tertinggi di bawah MPR.
5. Pengawasan DPR.
6. Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas.
Fungsi dari Demokrasi Pancasila adalah Menjamin adanya keikutsertaan
rakyat dalam kehidupan bernegara. Menjamin tetap tegaknya negara RI. Menjamin
tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional.
Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila, Menjamin adanya
hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara. Dan menjamin
adanya pemerintahan yang bertanggung jawab.
Pelaksanaan Pemilu Pada Masa Orde Baru
Untuk mewujudkan kehidupan rakyat
yang demokratis, maka diselenggarakan pemilihan umum. Pemilu pertama pada masa
pemerintahan Orde Baru dilaksanakan tahun 1971, dan diikuti oleh sembilan
partai politik dan satu Golongan karya. Sembilan partai peserta pemilu tahun
1971 tersebut adalah Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Murba,
Nahdlatul Ulama (NU), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islam (PI Perti), Partai
Katolik, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Muslimin Indonesia
(Parmusi), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Partai Syarikat Islam Indonesia
(PSII). Organisasi golongan karya yang dapat ikut serta dalam pemilu adalah
Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar). Sejak pemilu tahun 1971
sampai tahun 1997, kemenangan dalam pemilu selalu diraih oleh Golkar. Hal ini
disebabkan Golongan Karya mendapat dukungan dari kaum cendekiawan dan ABRI.
Untuk memperkuat kedudukan Golkar
sebagai motor penggerak Orde Baru dan untuk melanggengkan kekuasaan maka pada
tahun 1973 diadakan fusi partai-partai politik. Fusi partai dilaksanakan dalam
dua tahap berikut.
1. Tanggal 5 Januari 1963 kelompok NU, Parmusi, PSII, dan Perti
menggabungkan diri menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Tanggal 10 Januari 1963, kelompok Partai Katolik, Perkindo, PNI, dan
IPKI
menggabungkan diri menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Kehidupan Politik dan Ekonomi Pada Masa Orde Baru
Kehidupan Politik
Dalam melaksanakan
langkah-langkah politiknya, Letjen Soeharto berlandaskan pada Supersemar. Agar
dikemudian tidak menimbulkan masalah, maka Supersemar perlu diberi landasan
hukum. Oleh karena itu pada tanggal 20 Juni 1966 MPRS mengadakan sidang umum.
Berikut ini ketetapan MPRS hasil sidang umum tersebut.
1. Ketetapan MPRS No.
IX/MPRS/1966, tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar.
2. Ketetapan MPRS No.
XI/MPRS/1966, tentang Pemilihan Umum yang dilaksanakan selambat-lambatnya
tanggal 5 Juli 1968.
3. Ketetapan MPRS No.
XII/MPRS/1966, tentang penegasan kembali Landasan Kebijaksanaan Politik Luar
Negeri Indonesia yang bebas dan aktif.
4. Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, tentang Pembentukan Kabinet Ampera.
5. Ketetapan MPRS No.
XXV/MPRS/1966, tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), dan
menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam
sidang ini, MPRS juga menolak pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang
berjudul “Nawaksara” (sembilan pasal), sebab pidato pertanggungjawaban Presiden
Soekarno tidak menyinggung masalah PKI atau peristiwa yang terjadi pada tanggal
30 September 1965. Selanjutnya MPRS melaksanakan Sidang Istimewa tanggal 7 – 12
Maret 1967. Dalam Sidang Istimewa ini MPRS menghasilkan empat Ketetapan penting
berikut.
1. Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan dari
Presiden Soekarno dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden
sampai dipilihnya presiden oleh MPRS hasil Pemilu.
2. Ketetapan MPRS No. XXXIV/MPRS/1967 tentang peninjauan kembali Ketetapan
MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Indonesia sebagai Garis-Garis
Besar Haluan Negara.
3. Ketetapan MPRS No. XXXV/MPRS/1967 tentang pencabutan Ketetapan MPRS No.
XVII/MPRS/1966 tentang Pemimpin Besar Revolusi.
4. Ketetapan MPRS No. XXXVI/MPRS/1967 tentang pencabutan Ketetapan MPRS No.
XXVI/MPRS/1966 tentang pembentukan panitia penelitian ajaran-ajaran Pemimpin
Besar Revolusi Bung Karno.
Berdasarkan
Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 maka dibentuk Kabinet Ampera pada tanggal 25
Juli 1966. Pembentukan Kabinet Ampera merupakan upaya mewujudkan Tritura yang
ketiga, yaitu perbaikan ekonomi. Tugas pokok Kabinet Ampera disebut Dwi Dharma
yaitu menciptakan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi. Program kerjanya
disebut Catur Karya, yang isinya antara lain:
1. memperbaiki kehidupan rakyat terutama sandang dan pangan,
2. melaksanakan Pemilu,
3. melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan
nasional
4. melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan kolonialisme dalam segala
bentuk dan manifestasinya.
Di
samping membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah Orde Baru juga
mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini upaya-upaya
pembaruan dalam politik luar negeri.
1. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Pada
tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota PBB. Sebelumnya
pada masa Demokrasi Terpimpin Indonesia pernah keluar dari PBB sebab Malaysia
diterima menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Keaktifan Indonesia
dalam PBB ditunjukkan ketika Menteri Luar Negeri Adam Malik terpilih menjadi
ketua Majelis Sidang Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.
2. Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC)
Sikap
politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan RRC disebabkan
pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI dalam melaksanakan kudeta tersebut. RRC
dianggap terlalu mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
3. Normalisasi hubungan dengan Malaysia
Pada
tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia melaksanakan persetujuan normalisasi
hubungan dengan Malaysia yang pernah putus sejak tanggal 17 September 1963.
Persetujuan normalisasi ini merupakan hasil Persetujuan Bangkok tanggal 29 Mei
sampai tanggal 1 Juni 1966.
Dalam
pertemuan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Adam
Malik, sementara Malaysia dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri
Tun Abdul Razak. Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan yang disebut
Persetujuan Bangkok (Bangkok Agreement), isinya sebagai berikut.
a. Rakyat Sabah dan Serawak diberi kesempatan untuk menegaskan kembali
keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi
Malaysia.
b. Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
c. Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
4. Berperan dalam Pembentukan ASEAN
Peran
aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu negara pelopor
berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik bersama menteri luar
negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand menandatangi
kesepakatan yang disebut Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967.
Deklarasi tersebut menjadi awal berdirinya organisasi ASEAN.
Dampak Kebijakan Politik Pemerintahan Orde Baru
Dampak Positif Kebijakan Politik
Orde Baru
1.Pemerintahan mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekuatan lembaga kepresiden
yang membuat semakin kuatnya peran Negara dalam masyarakat.
2.Situasi keamanan pada masa Orde
Baru relatif stabil dan terjaga dengan baik, karena pemerintah mampu mengatasi
semua tindakan dan sikap yang bertentangan dengan Pancasila.
3.Peleburan parpol yang dilakukan
pemerintah, telah memberikan kemudahan untuk melakukan pengawasan dan
pengendalian parpol.
Dampak Negatif Kebijakan Politik
Orde Baru
1. Terbentuknya pemerintahan Orde
Baru yang otoriter, dominatif, dan sentralistik.
2. Otoritarianisme merambah
segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara termasuk
kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat.
Kebijakan Ekonomi pada Masa
Orde Baru
Pada masa Orde Baru, Indonesia melaksanakan pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan. Tujuannya adalah terciptanya masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila. Pelaksanaan pembangunan bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yang isinya meliputi hal-hal berikut.
1. Pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan
nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan
Nasional disusun Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang yang meliputi kurun waktu
25-30 tahun. Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 25 tahun pertama dimulai tahun 1969
– 1994. Sasaran utama PJP I adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan
tercapainya struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian.
Selain jangka panjang juga berjangka pendek. Setiap tahap berjangka waktu lima
tahun. Tujuan pembangunan dalam setiap pelita adalah pertanian, yaitu
meningkatnya penghasilan produsen pertanian sehingga mereka akan terangsang
untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari yang dihasilkan oleh sektor
industri. Sampai tahun 1999, pelita di Indonesia sudah dilaksanakan sebanyak 6
kali.
Dalam membiayai pelaksanaan pembangunan, tentu dibutuhkan dana yang besar.
Di samping mengandalkan devisa dari ekspor nonmigas, pemerintah juga mencari
bantuan kredit luar negeri. Dalam hal ini, badan keuangan internasional IMF
berperan penting. Dengan adanya pembangunan tersebut, perekonomian Indonesia
mencapai kemajuan. Meskipun demikian, laju pertumbuhan ekonomi yang cukup besar
hanya dinikmati para pengusaha besar yang dekat dengan penguasa. Pertumbuhan
ekonomi tidak dibarengi dengan pemerataan dan landasan ekonomi yang mantap
sehingga ketika terjadi krisis ekonomi dunia sekitar tahun 1997, Indonesia
tidak mampu bertahan sebab ekonomi Indonesia dibangun dalam fondasi yang rapuh.
Bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi dan krisis moneter yang cukup berat.
Bantuan IMF ternyata tidak mampu membangkitkan perekonomian nasional. Hal
inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab runtuhnya pemerintahan Orde Baru
tahun 1998.
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan
kembali menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun
dalam pelaksanaannya terjadi juga penyelewengan UUD 1945 yang mengakibatkan
terlalu besarnya kekuasaan pada Presiden.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang
sangat "sakral", diantara melalui sejumlah peraturan:
- Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
- Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
Runtuhnya System Ketatanegaraan Pada Masa Orde
Baru
Latar Belakang Krisis Asia dan Tingginya KKN di Tubuh Pemerintahan Negara
Di dalam karnpanye yang berjudul the politcts of
post-Suharto Indonesia, Adam Schwarz melihat bahwa selama 32 masa kepemimpinan
Orde Baru, Soeharto telah berhasil membawa Indonesia keada kesejateraan. Ia
berpandangan bahwa Soeharto telah sukses menata stabilitas politik dan
menciptakan kesuksesan pembangunan ekonomi di Indonesia. Akan tetapi, seiring
dengan badai krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997/1998,
tuntutan terhadap turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan makin menguat di
masyarakat. Setelah berkuasa selama 32 tahun, pemerintah Orde Baru akhirnya
jatuh pada tanggal 21 Mei 1998.
Pemicu dari kejatuhan pemerintahan Orde Baru ini antara
lainnya adalah karena tingginya tingkat KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) di
dalam pemerintahan. Selain itu, membengkaknya angka utang luar negeri juga
menjadi salah satu pemicu dari jatuhnya Orde Baru. Transisi pemerintahan
Indonesia di masa ini dilingkupi oleh berbagai gejolak. Berbagai aksi dan
demontrasi mahasiswa marak ditemui dijalanan kota besar di Indonesia, seperti
Jakarta, Bandung dan Yogyakarta. Aksi turun ke jalan ini telah dimulai semenjak
bulan Februari 1988. Tingginya gejolak keamananpun turut mewarnai periode ini.
Berbagai tindakan anarkis seperti penjarahan dan pembakaran fasilitas umum pun
turut menorehkan sejarah kelam Indonesia di tahun 1998. Krisis legitimasi
terhadap pemerintahan Orde Baru pun mulai menguak. Hal ini seiring dengan
membumbung tingginya harga barang-barang akibat merosotnya nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat.
Penyebab kejatuhan pemerintahan Orde Baru dapat dilihat dari
2 sudut pandang, yaitu sebagai implikasi dari krisis moneter Asia di tahun 1997
dan tingginya tingkat KKn di dalam tubuh pemerintaan. Dari sudut pandang krisis
moneter Asia 1997 hingga Maret terus menukik tajam dari angka Rp. 2.600,-
tingga Rp. 16.000,- perdolar Amerika Serikat. Penyebabnya adalah tingginya
angka hutang luar negeri Indonesia. Dalam sebuah rapat di Bina Graha Jakarta,
Presiden Soeharto bersama Radius Prasiro menyatakan bahwa utang luar negeri
Indonesia. Dalam sebuah rapat di Bina Graha Jakarta, Presiden Soeharto bermasa
Radius Prawiro menyatakan bahwa utang luar negeri Indonesia mencapai 63.462
miliar dolar Amerika Serikat. Angka ini baru yang dibebankan bagi negara.
Jumlah utang luar negeri sektor swasta Indonesia mencapai angka 73.962 miliar
dolar Amerika Serikat.
Efek domino dari kondisi kejatuhan ekonomi ini langsung
berdampak pada kehidupan masyarakat. Tingginya harga barang dan inflasi pun tak
terelakkan. Rakyat menjadi cukup sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Bahkan, rakyat harys mengantri untuk mendapatkan sembako dengan harga murah
karena harga standar yang dijual di pasar sudah tak terjangkau lagi oleh daya
beli masyarakat. Melihat gelagat kehidupan sosial seperti ini, banyak pihak
yang menginginkan perubahan. Mahasiswa merupakan salah satu kelompok sosial
masyarakat yang paling vokal dalam menyuarakan perbaikan struktur pemerintahan
pada saat itu. Mahasiswa pun mulai menyusun strategi untuk memberikan feedback terhadap
kelemahan sistem pemerintahan. Berbagai aksi demontrasi pun digelar. Mahasiswa
kemudian menyusun agenda reformasi yang ditujukan kepada pemerintah Orde Baru.
Isi dari agenda reformasi ini antara lainnya terfokus pada hal-hal berikut.
1. Mengadili Soeharto dan
kroni-kroninya.
2. Melakukan amandemen terhadap UUD
1945.
3. Menghapus Dwi fungsi ABRI di dalam
struktur pemerintahan negara.
4. Penegakkan supremensi hukum di
Indonesia.
5. Mewujudkan pemerintahan yang bersih
dari unsur-unsur Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN).
Menurunnya pamor pemerintahan Orde Baru telah dimulai
semenjak penandatanganan perjanjian pemberian dana bantuan IMF pada Medio 1997.
Perjanjian penurunan dana bantuan IMF kepada Indonesia yang pertama setelah
terjadinya krisis moneter Asia terjadi di bulan Oktober 1997. Di dalam
perjanjian yang pertama ini, IMF menurunkan dana bantuan sebesar 43 milyar
dolar Amerika Serikat kepada Indonesia. Pemberian dana bantuan ini sebenarnya
mengandung 2 kelemahan utama bagi Indonesia, dan hal ini disadari betul oleh
rakyat pada saat itu. Kelemahan pertama terletak pada posisi dana bantuan itu
sebenarnya. Pemberian dana bantuan belaka. Yang dimaksudkan dana bantuan disini
adalah utang luar negeri yang harys dibayarkan kembali oleh Indonesia beserta
dengan bunganya, meskipun dengan persentase yang rendah. Masyarakat beserta
mahasiswa melihat bahwa hal ini akan berdampak pada makin menumpuknya utang
luar negeri Indonesia.
Kelemahan kedua adalah penerapan Structural Adjustment
Program Program (Program Penyesuaian Struktural) dari IMF yang menyertai
penurunan dana bantuan tersebut. Yang dimaksudkan dengan Structural Adjustment
Program adalah persyaratan IMF bagai Indonesia dalam 4 bidang utama. Pertama,
pengetatan kebijakan fiskal; kedua, penghapusan subsidi; ketiga, menutup 16
bank di Indonesia; dan keempat, memerintahkan bank sentral untuk menaikkan
tingkat suku bunga. Dampaknya tidak terwujud dalam perbaikan ekonomi nasional
yang signifikan. Pada awal tahun 1998, jumlah penduduk Indonesia yang hidup di
bawah garis kemiskinan meningkat dari angka 20 juta orang ke angka 80 juta
orang. Jutaan orang juga kehilangan pekerjaan penutupan bank-bank nasional dan
sektor usaha karena tidak mendapatkan suntikan dana dari pemerintah. Krisis
ekonomipun makin bertambah parah.
Perjanjian kedua dengan IMF pun digelar kembali pada 15
Januari 1998. Syarat yang ditekankan IMF bagi Indonesia adalah pemotongan
seluruh subsidi rakyat, dan menghapus praktik monopoli. Selain itu, IMF juga
mensyaratkan penghapusan segala bentuk subsidi usaha nasional yang diberikan
oleh pemerintah. Dalam hal ini yang mendapatkan sorotan paling tajam adalah
industri IPTN yang digelar oleh V.J. Habibie, dan industri mobil nasional Timor
yang dipegang oleh anak kandung Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra. Di
satu sisi, pemotongan subsidi pemerintah terhadap sektor industri tersebut akan
membawa implikasi yang baik bagi alokasi dana negara. Akan tetapi, di lain
sisi, subsidi untuk makanan dan biaya sosial masyarakat juga harus dipotong.
Persyaratan IMF ini kemudian membawa Indonesia
kepada
keterpurukan ekonomi yang lebih dalam.
Kronologi Pengunduran Diri Soeharto dari Kursi Kepresidenan
Menanggapi kondisi perekonomian yang semakin parah, mahasiswa bersama elemen-elemen
masyarakat pun mulai bergerak untuk turun kejalan berdemonstrasi menuntut
penurunan harga. Berbagai aksi-aksi yang digelar mahasiswa beserta elemen
masyarakat mulai bermunculan semenjak bulan Februari 1998, dan mencapai
puncaknya bulan Mei 1998. Pada tanggal 12 Mei 1998, berbagai elemen mahasiswa
menggelar aksi demontrasi damai menuntut penurunan harga di Jakarta. Di
Universitas Trisakti, aksi demontrasi damai pun terjadi. Situasi aksi damai
pada hari itu berjalan dengan sangat tertib. Bahkan beberapa mahasiswa putri
sempat memberikan bunga tanda simpati kepada para petugas yang sedang bertugas
mengamankan aksi demonstrasi damai tersebut. Akan tetapi, situasi kemudian
memanas sewaktu hari menjelang sore. Mahasiswa yang ingin melakukan long march
menuju DPR/MPR tidak diperbolehkan berjalan lebih jauh oleh para petugas.
Mereka diberhentikan tidak jauh dari pintu kampus Trisakti. Didalam insiden
bentrokan ini, empat mahasiswa tewas dan puluhan mengalami luka serius. Keempat
mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hafidhin Royan, Hendriawan Sie,
dan Heri Hartanto. Mereka kemudian diberi gelar sebagai pahlawan reformasi.
Aksi penembakan terhadap empat mahasiswa inii mengundang
berbagai reaksi keras dari masyarakat dan elemen mahasiswa di bebagai daerah.
Sebelumnya, seorang mahasiswa dari Yogyakarta yang bernama Moses Gatotkaca juga
tewas dalam sebuah bentrokan dengan aparat keamanan sewaktu melakukan aksi
menuntut mundurnya Presiden Soeharto. Moses Gatotkaca meninggal pada 8 Mei
1998. Pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998, kerusuhan massal yang cenderung mengarah
ke tindakan anarkis berupa penjarahan dan penganiayaan menjalar luas di seluruh
ibukota. Toko-toko dibakar, barang-barang yang berada di dalamnya dijarah oleh
para oknum pelaku kerusuhan, bahkan terjadi banyak kasus penganiayaan. Korban
pun banyak berjatuhan, yang jumlahnya mencapai ratusan. Sebagian besar karena
terperangkap di dalam toko-toko yang dibakar paksa oleh para oknum-oknum pelaku
kerusuhan. Tragedi kerusuhan 13 dan 14 Mei 1998 ini merupakan titik kulminasi
depresi masyarakat akibat krisis ekonomi Indonesia. Krisis sosial dan
masyarakatpun mulai bermunculan seiring dengan adanya gesekan sosial tersebut.
Suasana Jakarta yang sangat tegang pasca tragedi kerusuhan
13 dan 14 Mei 1998 ini terus berlangsung hingga digelarnya aksi demonstrasi
besar-besaran oleh para mahasiswa pada tanggal 19 Mei 1998. Secara
berbondong-bondong para mahasiswa yang berasal dari berbagai perguruan tinggi
di Jakarta dan kota-kota lainnya melakukan long march menuju gedung MPR/DPR.
Tujuannya adalah untuk menuntut turunnya Presiden Soeharto, menggelar sidang
istimewa MPR dan pelaksanaan reformasi aksi serupa juga terjadi di Yogyakarta.
Dikota ini, mahasiswa bersama elemen-elemen masyarakat Yogyakarta berkumpul di
alun-alun kota. Mereka ingin mendengar maklumat dari Sri Sultan Hamengkubuwono
dan Sri Paku Alam mengenai kondisi negara yang sedang tegang.
Pada tanggal yang sama, yaitu 19 Mei 1998, Presiden Soeharto
mengundang tokoh-tokoh masyarakat untuk datang ke Istana Negara. Agendanya
adalah membahas segala kemungkinan penanganan krisis negara. Tokoh-tokoh yang
diundang berjumlah 9 orang. Mereka adalah Nurcholis Madjid, Abdurrahman Wahid,
Emha Ainun Nadjib, Ali Yafie, Malik Fadjar, Cholil Baidlowi, Sutrisno Muhdam,
Ma’aruf Amin dan Ahmad Bagdja. Selain itu, hadir pula Yuhsril Ihza Mahendra,
Sekretaris Militer Presiden Mayjen Jasril Jakub dan ajudan Presiden. Didalam
pertemuan yang berlangsung hingga 2,5 jam ini, tercapai kesepakatan untuk
membentuk suatu badan yang dinamakan Komite Reformasi. Komite ini sebelumnya
bernama Dewan Reformasi. Namun, kemudian di ubah karena hampir mirip dengan
Dewan Revolusi dan Dewan Jenderal seaktu terjadi peristiwa tragedi
pemberontakan G-30-S/PKI tahun 1965. Di dalam pertemuan ini, juga disepakati
bahwa Presiden Soeharto akan melakukan reshuffle Kabinet Pembangunan VI, dan
mengubah nama susunan kabinet Reformasi. Sedangkan, berdasarkan pidatonya
beliau sesaat setelah pertemuan ini digelar, Presiden Soeharto juga menyatakan
tugas-tugas yang diemban oleh Komite Reformasi menurut beliau dalam pidato ini
adalah untuk menyelesaikan UU Kepartaian, UU Pemilu, UU Susunan dan Kedudukan
MPR/DPR serta DPRD, UU Anto-Monopoli, UU Anti-Korupsi dan lainnya.
Masuk ketanggal 20 Mei 1998, suasana di gedung MPR/DPR telah
penuh sesak oleh mahasiswa. Berbagai elemen mahasiswa yang berasal dari
perguruan-perguruan tinggi di Indonesia berkumpul bersama.Jumlahnya mencapai
50.000 orang. Di lain sisi, berbagai tokoh masyarakat seperti Amien Rain dan
Emil Salim menyatakan kekecewaandengan pidato Presiden Soeharto
tersebut.penyebabnya adalah bahwa sebenarnya presiden Soeharto meminta
pemberian waktu enam bulan untuk mengelar pemilihan Umum secara kontitusional.
Akan tetapi, hal tersebut tidak dinyatakan di dalam pidato beliau selepas
pertemuan itu selesai. Sedangkan di lain sisi, Soeharto dari kursi kepresidenan
pada saat itu. Emil Salim, melalui Gema Madani menyerukan agar Presiden
Soeharto melaksanakan niatnya untuk lengser keprabon (turun dari tahta
kekuasaan) pada saat itu juga (20 Mei 1998). Amin Rais juga berada dalam posisi
yang sama. Ia menginginkan reformasi dilaksanakan secepatnya.
Sementara di lain sisi, isu untuk melakukan aksi
memperingati Hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei 1998 di Lapangan Monas
pun sudah menyebar. Dalam kondisi negara yang sangat tegang pada saat itu, aksi
ini dimungkinkan akan menimbulkan bentrokan yang besar dan mengakibatkan
jatuhnya korban, karena pada saat yang bersamaan, pengamanan di seputra
Lapangan Monas dan Istana Negara juga sangat ketat. Akhirnya, pada tanggal 20
Mei 1998 pukul 05.30 pagi, Amin Rais mengumumkan pembatalan apel dan aksi di
Monas tersebut.
Sementara, kekuatan mahasiswa makin menguat dan solit
digedung MPR/DPR. Mahasiswa pun memutuskan untuk memusatkan aksi memperingati
Hari Kebangkitan Nasional di Halaman gedung MPR/DPR. Aksi pada tanggal 20 Mei
1998 ini dihari oleh barbagai tokoh-tokoh masyarakat. Pada pukul 11.30, Amien
Rais datang ke gedung MPR/DPR. Selanjutnya hadir pula tokoh-tokoh masyarakat
seperti Deliar Noer, Emil Salim, Erna Witoelar, Albert Hasibuan, Saparinah
Sadli, Nursyahbani Katjasungkana, A.M. Fatwa, Adnan Buyung Nasution, Permadi,
Matori Abdul Djalil dan Wimar Witoelar. Bahkan, tokoh-tokoh seni Indonesia pun
hadir, seperti Dono Warkop, Garin Nugroho dan Neno Warisman.
Aksi ini secara sporadis memunculkan dukungan moral dari
seluruh elemen bangsa. Bahkan, sumbangan-sumbangan nasi bungkus dan air minum
dari berbagai kalangan kepada mahasiswa yang sedanga berdemo di gedung MPR/DPR
pun terus berdatangan. Hal ini merupakan simbol bahwa perjuangan mahasiswa pada
saat itu secara moral telah berhasil memunculkan solidaritas di kalangan
masyarakat. Di tanggal ini pula (20 Mei 1998), Menteri Luar Negeri Amerika
Serikat Madeleine Albright secara nyata memberikan pernyataannya yang meminta
Presiden Soeharto untuk segera mundur. Pernyataan Albright ini disiarkan secara
live dalam breaking news CNN pada pukul 22.48 WIB. Ia menyatakan bahwa
penguduran diri Presiden Soeharto sudah merupakan jalan yang semestinya untuk
memberi jalan bagi transisi demokrasi di Indonesia. Ia menegaskan bahwa
kesempatan ini merupakan momentum bagi Presiden Seoharto untuk menorehkan
langkah historisnya sebagai negarawan.
Di tanggal ini pula, pada pukul 14.30, sejumlah 14 menteri
yang berada di bawah koordinasi Menko Ekuin, Ginandjar Kartasasmita menyatakan
penolakannya untuk dicalonkan kembali di dalam Kabinet Reformasi. Mahasiswa
secara bersama masih terus melakukan aksinya di gedung MPR/DPR. Sementara pada
pukul 16.45, terjadi pertemuan antara perwakilan mahasiswa dengan pimpinan
MPR/DPR di lantai 3 gedung lama MPR/DPR. Di dalam pertemuan ini, mahasiswa
memberikan batas waktu pengunduran diri Soeharto hingga hari jumat tanggal 22
Mei 1998. Apabila tidak ada kepastian lebih lanjut, maka pada hari Senin
tanggal 25 Mei 1998 pimpinan DPR akan mempersiapkan Sidang Istimewa MPR.
Aksi di gedung MPR/DPR mencapai puncaknya pada 21 Mei 1998.
Pada pukul 09.06 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya dari posisi
Presiden Republik Indonesia. Bertempat di Credential Room, Istana Negara
Jakarta, dengan disaksikan oleh Ketua Mahkamah Agung, Soeharto mengakhiri
jabatan presidensialnya yang telah diemban selama 32 tahun. Naskah pengunduran
diri Soeharto, Mahkamah Agung langsung melantik Wakil Presiden Baharuddin Jusuf
Habibie sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru. Hal ini sesuai amanat di
dalam pasal 30 UUD 1945 yang berbunyi: “Jika Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya,
ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya”. Momentum turunnya
Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 ini mengakhiri pemerintahan Orde Baru yang
telah berjalan selama 32 tahun di Indonesia.
makasih
BalasHapusApple Watch Series 6 Titanium - iTanium-arts.com
BalasHapusThe Apple Watch Series titanium network surf freely 4 is a mens titanium rings brand new 3.3.0-in-1, 3.5-inch titanium dioxide skincare screen, which uses a special feature set. The device titanium ore features a touch sensor which Rating: 4.3 · 3 reviews black titanium fallout 76
pop over to these guys sex chair,love dolls,sex toys,dog dildo,sex chair,male masturbator,dildo,dildos,japanese sex dolls browse around this website
BalasHapus